Selasa, 30 Agustus 2011

Antareja

Linda Halingkar (42409033)



Raden Hanantareja yang dalam pedalangan cukup dipanggil Anantareja, mempunyai nama lain Wasianantareja, Anantarareja. Ia adalah putra raden Werkudara dengan Dewi nagagini, putri Batara Antaboga, di kahyangan Saptapretala. Antareja kawin dengan Dewi GAnggi, putri Prabu Ganggapranawa raja ular di kerajaan Tawingnarmada. Dari perkawinan ini lahirlah Arya Danurwenda yang kemudian diangkat menjadi patih luar (patih njaba) negara Yawastina pada masa pemerintahan Prabu parikesit.

Antareja berkedudukan di kasatriyan Randuwatang atau juga disebut jangkarbumi. Bersamaan dengan lahirnya Antareja, raja negara jangkarbumi Prabu Nagabaginda menyerang kagyangan Suralaya. Ia meminta Dewi Supreti istri Sanghyang Antaboga untuk dijadikan permaisurinya, namun raja Tribuwana tidak berkenan, namun para dewa tak mampu melawan kesaktian prabu nagabaginda. Akhirnya Batara Antaboga yang ditunjuk supaya mmusnahkan Prabu nagabaginda tadi, Antareja yang masih bayi akhirnya dibawa kakeknya menuju ke medan tempur dan dipertemukan dengan raja Jangkarbumi.
Sebelum diadu, bayi Antareja dilumuri air liur Antaboga sehingga menjadi kebal senjata. Bayi Antareja tidak mati melainkan bertambah dewasa. Akhirnya Prabu nagabaginda dapat dibinasakan oleh Antareja, negara Jangkarbumi lalu diserahkan kepada putra Bima tersebut. Prabu Nagabaginda yang tewas itu kemudian menjilma ke tubuh Antareja.

Peristiwa ini mengilhami Antareja ketika membantu adiknya. Arya Gatutkaca yang menuntut janji raja Tribuwana. Ketika Gatutkaca dapat menumpas raja Gilingwesi Prabu Pracona dan patih Kala Sekipu, Sanghyang Guru menjanjikan akan mengangkat Gatutkaca menjadi raja di kahyangan. Karena ditunggu-tunggu Hyang Guru tidak segera memenuhi janjinya, Gatutkaca menagih janji dibantu saudaranya, Antareja.
Saat itu Antareja menjadi raja Puserbawana bergelar Prabu Nagabaginda. Ia menyerang Suralaya sehingga Sanghyang Guru memanggil Gatutkaca. Sebelum berhadapan dengan Gatutkaca, Prabu nagabaginda melarikan diri sehingga Gatutkaca kemudian diangkat menjadi raja di Suralaya bergelar Prabu Sumilih. Prabu Nagabaginda yang lari dari kahyangan, kemudian menyerang negara Astina. Kurawa kalang kabut sehingga meminta bantuan kepada Pandawa. Karena Pandawa dan Sri Kresna juga tidak mampu membendung pasukan perang Puserbuwana, Sri Kresna dan Arya Bima meminta bantuan kepada Prabu Sumilih. Akhirnya Prabu Sumilih dan Prabu Nagabaginda berperang, keduanya kembali seperti sediakala menjadi Arya Gatutkaca dan Raden Antareja.
Antareja mempunyai kesaktian racun/bisa pada air liurnya yang dapat membinasakan lawan dalam waktu sekejap. Kulitnya yang bersisik Napakawaca mampu menahan serangan senjata tajam. Ia juga mempunyai cincin sakti Mustikabumi pemberian dari ibunya untuk tanda bukti bahwa Antareja adalah putra Dewi Nagagini. Didalam lakon Subadra Larung, cincin itu diperlihatkan kepada Arya Werkudara ayahnya, sehingga bima mengakui putranya. Kala itu Antareja terkejut melihat perahu mayat wanita yang tiada lain adalah Wara Subadra istri Janaka. Dengan cincin Mustikabumi, Antareja dapat menghidupkan kembali Subadra yang sudah meninggal karena dibunuh oleh Burisrawa secara tidak sengaja.

Akhirnya, Gatutkaca yang mendapat tugas untuk mengawasi jenazah Wara Subadra menjadi curiga dan menuduh Antareja yang membunuh bibinya itu. Keduanya lalu berperang, namun segera dicegah oleh Sri Kresna dan diberi nasehat bahwa keduanya masih saudara. Wara Subadra sendiri mengaku bahwa yang membunuh dirinya itu satriya Madyapura Raden Burisrawa, putra Prabu Salya raja Mandaraka.
Dalam kisah Kresna Gugah, Sri Kresnah merubah dirinya menjadi kumbang putih dan meninggalkan jasmaninya dalam bentuk raksasa yang sedang tidur. Roh Sri Kresna berupa kumbah putih itu menyelidiki kitab Jitabsara yang ditulis oleh Batara Panyarikan. Kitab Jitabsara mengisahkan Bharatayudha lengkap senopati Kurawa berpasangan dengan senopati Pandawa. Ketika Prabu Baladewa ditulis memihak Kurawa dan berhadapan dengan Antareja, Sri Kresna tidak sampai hati, maka ia menumpahkan tinta hitam tepat mengenai tulisan yang menerangkan pasangan Baladewa melawan Antareja. Sehingga keduanya gagal dipertemukan dalam Bharatayudha.

Akhirnya riwayat Antareja dikisahkan dalam lakon Tawur atau pengorbanan keluarga demi mencapai kejayaan perang. Kurawa tidak rela mengorbankan salah satu keluarganya, melainkan membunuh Ijrada, tarka dan Sarka, sedangkan Antareja dan Wisenggani rela mengorbankan diri untuk tumbal kemenangan pandawa. Antareja rela mati dengan menjiliat telapak kakinya sendiri dengan anugerah menempati sorgaloka tingkat sembilan (swarga tunda sanga) milik Sri Kresna.

Antareja Lahir
Di negara Saptapratala, Hyang Anantaboga, resi Abiyasa, para Pandawa, berkumpul untuk menunggu Dewi Nagagini yang akan melahirkan putera, berkatalah resi Abiyasa,”Hyang Anantaboga perkenankanlah nagagini saya bawa ke negara Amarta, jika bayi telah lahir, akan saya serahkan kembali .” Hyang Anantaboga menyetujuinya, dan berangkatlah Resi Abiyasa dengan Dewi Nagagini beserta pada Pandawa kembali ke Amarta. Sesampainya di Amarta telah hadir pula Hyang Kanekaputra dan para bidadari, berkatalah Hyang Narada,”gara-gara telah terjadi , tak lain dan tak bukan, titahku resi Abiyasa akan menurunkan ke-alusan-nya Gandamana, lagipula aku datang di Amarta atas nama Hyang guru, untuk menyaksikan kelahiran bayi Nagagini”. Tak lama setelah Hyang Narada bersabda, lahirlah bayi dari kandungan Dewi Nagagini.
Resi Abiyasa diberitahu oleh Hyang Kanekaputra, bahwa Hyang Guru berkenan memberi nama kepada si bayi: Senaputra, Antarja, lagipula diberi wahyu kesaktian racun hru pada gigi taringnya si bayi. Untuk mendapatkan kelemasan ototototnya, diseyogyakan si bayi diadu perang, dikemudian hari bayi akan menjadi jagonya para dewa. Setelah Hyang Narada selesai bersabda, kembalilah ke Suralaya diiring pada bidadari . Negara Amarta pada waktu yang bersamaan , dikepung oleh musuh, raja dari Paranggumiwang, bernama Prabu Salksadewa, datang akan menuntut balas dendam kematian ayahnya prabu Kaskaya, yang dibunuh oleh prabu Pandudewanata, ayah dari Prabu Yudistira dari negara Wanamarta.

Berkatalah Hyang Anantaboga,”Biarlah si Antarja menghadapi musuh dari Paranggumiwang, Werkudara bimbinglah puteramu ke medan laga”. Prabu Saksadewa mati oleh Anantareja, prajurit Paranggumiwang, patih Kalasudarga, emban Saksadewi tak dapat pula menandingi AntarEja, mati kesemuanya oleh putera Raden Arya Werkudara.
Seluruh istana bersuka cita merayakan kemenangan, Hyang Ananboga membawa cucunya Raden Anatareja kembali ke Saptapratala.

Antareja Takon Bapa
Di kerajaan Astina Prabu Nagabagendo, Begawan Durna menghadap Prabu Duryudana, oleh Begawan Durna dikatakan bahwa anak muridnya yang bernama Nagabagendo bersedia menjadi duta untuk membinasakan Pandawa. Setelah semua mufakat, berangkatlah Begawan Durna diiringi Prabu Nagabagendo menuju negeri Amarta, namun diperjalanan bertemu dengan R. Sentyaki dan R. Udawa kesatria dari Dwarawati.

Setelah mengetahui bahwa Prabu Nagabagendo akan menjadi perusuh dan membahayakan keluarga Pandawa, kedua satria tersebut lalu berperang dengan Prabu Nagabagendo dam kedua satria digertak Prabu Nagabagendo, R. Udawa jatuh dilapangan negeri Amarta dan R. Sentyaki jatuh di negeri Amarta. Begitu R. Sentyaki mendapat dirinya berada di negeri Amarta, segera melaporkan akan mara bahaya yang akan menimpa pihak Pandawa, belum selesai melaporkan kejadian yang dialami pihak Pandawa, datang Prabu Nagabagendo untuk merebut kekuasaan Amarta, maka terjadilah peperangan dan pihak Pandawa tak ada yang dapat mengalahkan kesaktian Prabu Nagabagendo.
Akhirnya berdasarkan saran Prabu Kresna, bahwa yang dapat mengalahkan Prabu Nagabagendo adalah kesatria yang berkulit sisik seperti ular, maka R. Angkawijaya ditugaskan untuk mencari satria yang dimaksud. Sementara itu di sumur Jalatunda, R. Pudak Kencana menghadap kakeknya, Sang Hyang Hanantaboga untuk diberitahu siapa sebenarnya ayahnya dan dimana berada.
Oleh Sang Hyang Hanantaboga diberitahu bahwa ayahndanya ada di negeri Amarta bersemayam di Kasatrian Jodipati. Dengan diiringi kakeknya, R. Pudak Kencana pergi menuju kasatrian Jodipati dan di tengah jalan bertemulah ia dengan R. Angkawijaya yang sedang mencari jago untuk melawan Prabu Nagabagendo. Sesampainya di negeri Amarta, R. Pudak Kencana bertemu dengan R. Werkudara, namun R. Werkudara akan mengakui sebagai anaknya bila mampu membinasakan Prabu Nagabagendo. Akhirnya R. Pudak Kencana berperang melawan Prabu Nagabagendo dan binasa, oleh kakeknya R. Pudak Kencana dapat dihidupkan kembali dengan air kehidupan yang disebut Tirta Kamandanu serta R. Pudak Kencana diberi kesaktian Ajian Upas Onto.

Dengan kesaktian Upas Onto, R. Pudak Kencana dapat membinasakan Prabu Nagabagendo dan bala tentara Kurawa dapat dikalahkan oleh Pandawa beserta putra-putranya.
Dengan kematian Prabu Nagabagendo negeri Amarta menjadi aman, tentram dan damai serta R.Pudak Kencana menjadi bagian keluarga besar Pandawa dan beralih nama R.Antareja.
xxxx
Antareja (versi wikipedia)
Antareja adalah anak dari Werkodara atau Bima dari istri keduanya Nagagini seorang putri Dewa Antaboga. Dikisahkan dia adalah seorang satria yang tangguh, sakti mandraguna. Ia mempunyai 2 (dua) orang saudara lelaki lain ibu, bernama: Raden Gatotkaca, putra Bima dengan Dewi Arimbi, dan Arya Anantasena, putra Bima dengan Dewi Urangayu. Sejak kecil Anatareja tinggal bersama ibu dan kakeknya di Saptapratala (dasar bumi).
Ia memiliki Ajian Upasanta pemberian Hyang Anantaboga. Lidahnya sangat sakti, mahluk apapun yang dijilat telapak kakinya akan menemui kematian. Anatareja berkulit napakawaca, sehingga kebal terhadap senjata. Ia juga memiliki cincin mustikabumi, pemberian ibunya, yang mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh bumi/tanah, dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali kematian di luar takdir. Kesaktian lain Anantareja dapat hidup dan berjalan didalam bumi.
Anantareja memiliki sifat dan perwatakan : jujur, pendiam, sangat berbakti pada yang lebih tua dan sayang kepada yang muda, rela berkorban dan besar kepercayaanya kepada Sang Maha Pencipta. Ia menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular/taksaka di Tawingnarmada, dan berputra Arya Danurwenda.
Setelah dewasa Anantareja menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar Prabu Nagabaginda. Ia meninggal menjelang perang Bharatayuda atas perintah Prabu Kresna dengan cara menjilat telapak kakinya sebagai tawur (korban untuk kemenangan) keluarga Pandawa dalam perang Bharatayudha.

http://wayang.wordpress.com/2010/07/22/raden-antareja-anantareja/

Data Visual
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/6/6e/Antareja_Solo.JPG

http://th02.deviantart.net/fs71/PRE/f/2010/103/0/8/PANDAWA__Antareja_by_HNDRNT26.jpg

http://ki-demang.com/gambar_wayang/images/stories/wayang_a/a26_antareja_triwikrama.jpg


Senin, 29 Agustus 2011

Antareja

by: Liliana Gunawan (42409095)







Wayang kulit purwa Antareja buatan Kaligesing Purworeja, koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Raden Antareja atau Anantareja, juga mempunyai sebutan lain yaitu Nagabaginda dan Rupatala. Ia adalah anak Bimasena buah perkawinannya dengan Dewi Nagagini putri cantik anak Sang Hyang Antaboga, dewa penguasa Kahyangan Sapta Pertala. Letak kahyangan ini di dasar bumi lapisan ketujuh. Oleh karenanya dinamakan Kahyangan Sapta Pertala yang artinya Sapta = tujuh dan Pertala = bumi atau tanah.
Antareja tinggal di kasatriyan Jangkarbumi. Ia adalah sosok pemuda tampan tetapi badannya memiliki sisik seperti ular. Hal tersebut dikarenakan Hyang Antaboga ayah dari Antareja merupakan Dewanya ular, yang mempunyai dua wujud, yaitu kadang berujud Dewa dan kadang berujud ular naga yang menakutkan. Untuk wujud yang kedua ini terutama jika Antaboga sedang marah.
Antareja terkenal sangat sakti. Ia memilki pusaka andalan yang berupa upas atau bisa mematikan. Musuh yang terkena semburan upas atau bisa pasti mati. Bahkan Antareja dapat mencelakai atau membunuh musuh dari jarak jauh, hanya dengan menjilat bekas jejak telapak kaki musuh.
Dengan kesaktian seperti itu, Antareja ditakuti lawan dan disegani kawan. Namun sayang, karena kesaktiannya Antareja terpaksa disingkirkan sebelum perang Baratayuda. Tragis memang kisah ini, Antareja sengaja disingkirkan bukan oleh musuhnya tetapi oleh Prabu Kresna yang menjadi botoh perang Baratayuda, yang seharusnya membotohi para Pandawa dan anak-anak Pandawa, termasuk Antareja.
Mengapa Kresna sampai hati membunuh Antareja yang masih keponakannya sendiri? Karena Kresna tahu isi kitab Jitabsara, yaitu kitab yang berisi skenario perang Baratayuda, bahwa pada perang Baratayuda Antareja diangkat menjadi senopati perang barisan Pandawa untuk menandingi Prabu Baladewa senopati perang barisan Kurawa. Jika perang tanding antara Antareja dan Prabu Baladewa benar-benar terjadi, dapat dipastikan bahwa Prabu Baladewa akan kalah dan gugur. Kresna sangat takut kehilangan orang yang sangat dicintainya yaitu Prabu Baladewa, kakaknya. Maka jika Antareja tidak dibunuh sebelum perang baratayuda, Kakaknyalah yang akan gugur di medan perang. Dan benarlah Antareja mati sebelum perang Barayuda meletus, karena tipu daya Prabu Kresna untuk menjilat jejak kakinya sendiri.
Antareja meninggalkan satu isteri yang bernama Dewi Ganggi, anak Ganggapranawa. raja ular dari negeri Tawingnarmada dan satu anak laki-laki yang diberi nama Jayasena.
herjaka HS





Raden Hanantareja yang dalam pedalangan cukup dipanggil Anantareja, mempunyai nama lain Wasianantareja, Anantarareja. Ia adalah putra raden Werkudara dengan Dewi nagagini, putri Batara Antaboga, di kahyangan Saptapretala. Antareja kawin dengan Dewi GAnggi, putri Prabu Ganggapranawa raja ular di kerajaan Tawingnarmada. Dari perkawinan ini lahirlah Arya Danurwenda yang kemudian diangkat menjadi patih luar (patih njaba) negara Yawastina pada masa pemerintahan Prabu parikesit.

Antareja berkedudukan di kasatriyan Randuwatang atau juga disebut jangkarbumi. Bersamaan dengan lahirnya Antareja, raja negara jangkarbumi Prabu Nagabaginda menyerang kagyangan Suralaya. Ia meminta Dewi Supreti istri Sanghyang Antaboga untuk dijadikan permaisurinya, namun raja Tribuwana tidak berkenan, namun para dewa tak mampu melawan kesaktian prabu nagabaginda. Akhirnya Batara Antaboga yang ditunjuk supaya mmusnahkan Prabu nagabaginda tadi, Antareja yang masih bayi akhirnya dibawa kakeknya menuju ke medan tempur dan dipertemukan dengan raja Jangkarbumi.
Sebelum diadu, bayi Antareja dilumuri air liur Antaboga sehingga menjadi kebal senjata. Bayi Antareja tidak mati melainkan bertambah dewasa. Akhirnya Prabu nagabaginda dapat dibinasakan oleh Antareja, negara Jangkarbumi lalu diserahkan kepada putra Bima tersebut. Prabu Nagabaginda yang tewas itu kemudian menjilma ke tubuh Antareja.
Peristiwa ini mengilhami Antareja ketika membantu adiknya. Arya Gatutkaca yang menuntut janji raja Tribuwana. Ketika Gatutkaca dapat menumpas raja Gilingwesi Prabu Pracona dan patih Kala Sekipu, Sanghyang Guru menjanjikan akan mengangkat Gatutkaca menjadi raja di kahyangan. Karena ditunggu-tunggu Hyang Guru tidak segera memenuhi janjinya, Gatutkaca menagih janji dibantu saudaranya, Antareja.
Saat itu Antareja menjadi raja Puserbawana bergelar Prabu Nagabaginda. Ia menyerang Suralaya sehingga Sanghyang Guru memanggil Gatutkaca. Sebelum berhadapan dengan Gatutkaca, Prabu nagabaginda melarikan diri sehingga Gatutkaca kemudian diangkat menjadi raja di Suralaya bergelar Prabu Sumilih. Prabu Nagabaginda yang lari dari kahyangan, kemudian menyerang negara Astina. Kurawa kalang kabut sehingga meminta bantuan kepada Pandawa. Karena Pandawa dan Sri Kresna juga tidak mampu membendung pasukan perang Puserbuwana, Sri Kresna dan Arya Bima meminta bantuan kepada Prabu Sumilih. Akhirnya Prabu Sumilih dan Prabu Nagabaginda berperang, keduanya kembali seperti sediakala menjadi Arya Gatutkaca dan Raden Antareja.
Antareja mempunyai kesaktian racun/bisa pada air liurnya yang dapat membinasakan lawan dalam waktu sekejap. Kulitnya yang bersisik Napakawaca mampu menahan serangan senjata tajam. Ia juga mempunyai cincin sakti Mustikabumi pemberian dari ibunya untuk tanda bukti bahwa Antareja adalah putra Dewi Nagagini. Didalam lakon Subadra Larung, cincin itu diperlihatkan kepada Arya Werkudara ayahnya, sehingga bima mengakui putranya. Kala itu Antareja terkejut melihat perahu mayat wanita yang tiada lain adalah Wara Subadra istri Janaka. Dengan cincin Mustikabumi, Antareja dapat menghidupkan kembali Subadra yang sudah meninggal karena dibunuh oleh Burisrawa secara tidak sengaja.
Akhirnya, Gatutkaca yang mendapat tugas untuk mengawasi jenazah Wara Subadra menjadi curiga dan menuduh Antareja yang membunuh bibinya itu. Keduanya lalu berperang, namun segera dicegah oleh Sri Kresna dan diberi nasehat bahwa keduanya masih saudara. Wara Subadra sendiri mengaku bahwa yang membunuh dirinya itu satriya Madyapura Raden Burisrawa, putra Prabu Salya raja Mandaraka.
Dalam kisah Kresna Gugah, Sri Kresnah merubah dirinya menjadi kumbang putih dan meninggalkan jasmaninya dalam bentuk raksasa yang sedang tidur. Roh Sri Kresna berupa kumbah putih itu menyelidiki kitab Jitabsara yang ditulis oleh Batara Panyarikan. Kitab Jitabsara mengisahkan Bharatayudha lengkap senopati Kurawa berpasangan dengan senopati Pandawa. Ketika Prabu Baladewa ditulis memihak Kurawa dan berhadapan dengan Antareja, Sri Kresna tidak sampai hati, maka ia menumpahkan tinta hitam tepat mengenai tulisan yang menerangkan pasangan Baladewa melawan Antareja. Sehingga keduanya gagal dipertemukan dalam Bharatayudha.
Akhirnya riwayat Antareja dikisahkan dalam lakon Tawur atau pengorbanan keluarga demi mencapai kejayaan perang. Kurawa tidak rela mengorbankan salah satu keluarganya, melainkan membunuh Ijrada, tarka dan Sarka, sedangkan Antareja dan Wisenggani rela mengorbankan diri untuk tumbal kemenangan pandawa. Antareja rela mati dengan menjiliat telapak kakinya sendiri dengan anugerah menempati sorgaloka tingkat sembilan (swarga tunda sanga) milik Sri Kresna.




Antareja Lahir
Di negara Saptapratala, Hyang Anantaboga, resi Abiyasa, para Pandawa, berkumpul untuk menunggu Dewi Nagagini yang akan melahirkan putera, berkatalah resi Abiyasa,”Hyang Anantaboga perkenankanlah nagagini saya bawa ke negara Amarta, jika bayi telah lahir, akan saya serahkan kembali .” Hyang Anantaboga menyetujuinya, dan berangkatlah Resi Abiyasa dengan Dewi Nagagini beserta pada Pandawa kembali ke Amarta. Sesampainya di Amarta telah hadir pula Hyang Kanekaputra dan para bidadari, berkatalah Hyang Narada,”gara-gara telah terjadi , tak lain dan tak bukan, titahku resi Abiyasa akan menurunkan ke-alusan-nya Gandamana, lagipula aku datang di Amarta atas nama Hyang guru, untuk menyaksikan kelahiran bayi Nagagini”. Tak lama setelah Hyang Narada bersabda, lahirlah bayi dari kandungan Dewi Nagagini.
Resi Abiyasa diberitahu oleh Hyang Kanekaputra, bahwa Hyang Guru berkenan memberi nama kepada si bayi: Senaputra, Antarja, lagipula diberi wahyu kesaktian racun hru pada gigi taringnya si bayi. Untuk mendapatkan kelemasan ototototnya, diseyogyakan si bayi diadu perang, dikemudian hari bayi akan menjadi jagonya para dewa. Setelah Hyang Narada selesai bersabda, kembalilah ke Suralaya diiring pada bidadari . Negara Amarta pada waktu yang bersamaan , dikepung oleh musuh, raja dari Paranggumiwang, bernama Prabu Salksadewa, datang akan menuntut balas dendam kematian ayahnya prabu Kaskaya, yang dibunuh oleh prabu Pandudewanata, ayah dari Prabu Yudistira dari negara Wanamarta.
Berkatalah Hyang Anantaboga,”Biarlah si Antarja menghadapi musuh dari Paranggumiwang, Werkudara bimbinglah puteramu ke medan laga”. Prabu Saksadewa mati oleh Anantareja, prajurit Paranggumiwang, patih Kalasudarga, emban Saksadewi tak dapat pula menandingi AntarEja, mati kesemuanya oleh putera Raden Arya Werkudara.
Seluruh istana bersuka cita merayakan kemenangan, Hyang Ananboga membawa cucunya Raden Anatareja kembali ke Saptapratala.

Antareja Takon Bapa
Di kerajaan Astina Prabu Nagabagendo, Begawan Durna menghadap Prabu Duryudana, oleh Begawan Durna dikatakan bahwa anak muridnya yang bernama Nagabagendo bersedia menjadi duta untuk membinasakan Pandawa. Setelah semua mufakat, berangkatlah Begawan Durna diiringi Prabu Nagabagendo menuju negeri Amarta, namun diperjalanan bertemu dengan R. Sentyaki dan R. Udawa kesatria dari Dwarawati.
Setelah mengetahui bahwa Prabu Nagabagendo akan menjadi perusuh dan membahayakan keluarga Pandawa, kedua satria tersebut lalu berperang dengan Prabu Nagabagendo dam kedua satria digertak Prabu Nagabagendo, R. Udawa jatuh dilapangan negeri Amarta dan R. Sentyaki jatuh di negeri Amarta. Begitu R. Sentyaki mendapat dirinya berada di negeri Amarta, segera melaporkan akan mara bahaya yang akan menimpa pihak Pandawa, belum selesai melaporkan kejadian yang dialami pihak Pandawa, datang Prabu Nagabagendo untuk merebut kekuasaan Amarta, maka terjadilah peperangan dan pihak Pandawa tak ada yang dapat mengalahkan kesaktian Prabu Nagabagendo.
Akhirnya berdasarkan saran Prabu Kresna, bahwa yang dapat mengalahkan Prabu Nagabagendo adalah kesatria yang berkulit sisik seperti ular, maka R. Angkawijaya ditugaskan untuk mencari satria yang dimaksud. Sementara itu di sumur Jalatunda, R. Pudak Kencana menghadap kakeknya, Sang Hyang Hanantaboga untuk diberitahu siapa sebenarnya ayahnya dan dimana berada.
Oleh Sang Hyang Hanantaboga diberitahu bahwa ayahndanya ada di negeri Amarta bersemayam di Kasatrian Jodipati. Dengan diiringi kakeknya, R. Pudak Kencana pergi menuju kasatrian Jodipati dan di tengah jalan bertemulah ia dengan R. Angkawijaya yang sedang mencari jago untuk melawan Prabu Nagabagendo. Sesampainya di negeri Amarta, R. Pudak Kencana bertemu dengan R. Werkudara, namun R. Werkudara akan mengakui sebagai anaknya bila mampu membinasakan Prabu Nagabagendo. Akhirnya R. Pudak Kencana berperang melawan Prabu Nagabagendo dan binasa, oleh kakeknya R. Pudak Kencana dapat dihidupkan kembali dengan air kehidupan yang disebut Tirta Kamandanu serta R. Pudak Kencana diberi kesaktian Ajian Upas Onto.
Dengan kesaktian Upas Onto, R. Pudak Kencana dapat membinasakan Prabu Nagabagendo dan bala tentara Kurawa dapat dikalahkan oleh Pandawa beserta putra-putranya.
Dengan kematian Prabu Nagabagendo negeri Amarta menjadi aman, tentram dan damai serta R.Pudak Kencana menjadi bagian keluarga besar Pandawa dan beralih nama R.Antareja.
Sumber: http://wayang.wordpress.com/2010/07/22/raden-antareja-anantareja/



data visual Antareja








http://hndrnt26.deviantart.com/art/PANDAWA-Antareja-160574603





http://om-kumis.deviantart.com/art/Coloured-Antareja-138384712









http://www.newgrounds.com/art/view/mugyamugya/antareja








http://ninjaugal.deviantart.com/art/Antareja-Garudayana-177225624








http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Antareja_Solo.JPG








http://wayangprabu.com/2009/01/21/anantareja-menggambarkan-watak-dan-budi-yang-luhur/antareja/





konsep pembuatan tokoh ini ialah Antareja yang terlihat bijaksana dan memiliki kulit seperti sisik ular

 aksesoris

 sketsa

siluet

Minggu, 28 Agustus 2011

Johan Prasaja K (42409266)




 
Antareja
Antareja adalah putra pertama dari Bima, hasil perkawinan dengan Dewi Nagagini, putri dewa bangsa manusia-ular Sang Hyang Antaboga. Di buku ini diceritakan tentang tokoh ini memiliki perawakan seperti Gatotkaca, namun dengan kulit berwarna hijau kebiruan dan bersisik. Antareja memiliki kesaktian yang sangat ditakuti di dunia wayang. Sifatnya penyendiri, pendiam, namun tetap bijaksana. Karena keturunan dari bangsa ular, dia menjadi raja dunia bawah tanah memimpin makhluk melata.

Asal Mula
Diceritakan bahwa Bima meninggalkan Nagagini dalam keadaan mengandung. Antareja lahir dan dibesarkan oleh Nagagini sampai ketika dewasa ia memutuskan untuk mencari ayah kandungnya. Dengan bekal pusaka Napakawaca pemberian Anantaboga dan Cincin Mustikabumi pemberian Nagagini, Antareja berangkat menuju Kerajaan Amarta
Di tengah jalan Antareja menemukan mayat seorang wanita yang dimuat dalam perahu tanpa pengemudi. Dengan menggunakan Napakawaca, Antareja menghidupkan wanita tersebut, yang tidak lain adalah Subadra istri Arjuna.
Tiba-tiba muncul Gatotkaca menyerang Antareja. Gatutkaca memang sedang ditugasi untuk mengawasi mayat Subadra demi untuk menangkap pelaku pembunuhan terhadap bibinya itu. Subadra yang telah hidup kembali melerai kedua keponakannya itu dan saling memperkenalkan satu sama lain.
Antareja dan Gatutkaca gembira atas pertemuan tersebut. Kedua putra Bima itu pun bekerja sama dan akhirnya berhasil menangkap pelaku pembunuhan Subadra yang sebenarnya, yaitu Burisrawa.
Kisah kemunculan Antareja untuk pertama kalinya tersebut dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan judul cerita Sumbadra Larung
Kesaktian
Antareja memiliki Ajian Upasanta pemberian Hyang Anantaboga. Lidahnya sangat sakti, mahluk apapun yang dijilat telapak kakinya akan menemui kematian. Anatareja berkulit napakawaca, sehingga kebal terhadap senjata. Ia juga memiliki cincin Mustikabumi, pemberian ibunya, yang mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh bumi maupun tanah, dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali kematian di luar takdir. Kesaktian lain Anantareja dapat hidup dan berjalan di dalam bumi.
Sifat
Antareja memiliki sifat jujur, pendiam, sangat berbakti pada yang lebih tua dan sayang kepada yang muda, rela berkorban dan besar kepercayaanya kepada Sang Pencipta. Ia menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular di Tawingnarmada, dan berputra Arya Danurwenda. Setelah dewasa Anantareja menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar Prabu Nagabaginda.
http://www.tumblr.com/tagged/antareja

kosep :
1. Antareja wajahnya terkesan sabar , penurut kalem
2. dikepalanya ada topi ular, menandakan dia titisan ular &berbadan hijau
3. memiliki ciciin yg kebal terhadap senjata.